INTERPRETASI KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN DI ERA MODERN
Al-Qur'an, sebagai kitab suci dan pedoman
hidup umat Islam, bukan hanya sekadar itu, Al-Qur’an juga merupakan sumber
mukjizat yang tak terbantahkan. Al-Qur'an telah menjadi pusat perhatian dan
kajian bagi para ilmuwan, teolog, dan masyarakat umum. Keunikan dan keagungan
Al-Qur'an terletak pada kemampuan dan kekuatan pesannya yang melampaui batasan
waktu dan tempat, menjadikannya relevan dalam berbagai konteks kehidupan. Kemukjizatan
Al-Qur'an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, termasuk keindahan
bahasanya yang tiada tara, kedalaman makna yang menginspirasi, serta berbagai
pengetahuan ilmiah yang terbukti benar seiring dengan perkembangan zaman.
Untuk
lebih mengetahui dan membuktikan kemukjizatan Al-Qur’an di era digital saat ini
serta memahami bagaimana Al-Qur’an memberi petunjuk dan menginspirasi dalam
kehidupan sehari-hari, tim redaksi majalah NESWA berkesempatan untuk
mewawancarai dua tokoh ahli ilmu Al-Qur’an & Tafsir, yakni Dr. Ahsin Sakho
Muhammad, beliau merupakan seorang pakar Tafsir & Ketua tim Pentashih
Al-Qur’an Kemenag RI. Dan juga Prof. Dr. Ahmad Attabik, Lc. M.S.I. seorang guru
besar bidang ilmu Al-Qur’an & Tafsir sekaligus Dekan Fakultas Ushuluddin
IAIN Kudus.
Beliau menjelaskan bahwa mukjizat berasal dari Bahasa Arab "اعجز" yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Secara istilah, mukjizat adalah “ عمرخالق عادة” Peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang nabi sebagai bukti kebenaran kerasulannya, di mana orang-orang yang menantang tidak mampu menyainginya. Mukjizat Al-Qur’an menunjukkan ketidak mampuan orang Arab pada masa itu untuk membuat karya yang setara dengan Al-Qur’an, meskipun mereka adalah ahli Bahasa dan Sastra.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, tantangan terhadap orang-orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an atau disebut juga “تحدي” merupakan respons langsung terhadap penolakan yang dihadapi Nabi dalam menyebarkan pesan Islam, terutama di Mekkah. Tantangan tersebut dibagi menjadi 3, yaitu:
11. Membuat
persamaan seperti Al-Qur’an secara keseluruhan. Dalam Al-Qur’an dikatakan:
قُلْ
لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا
الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا ٨٨
Artinya:“Katakanlah: Jika sekiranya manusia dan jin berkumpul untuk datang dengan yang semisal Al-Qur’an ini, mereka tidak akan mampu untuk mendatangkannya, meskipun Sebagian mereka menjadi penolong bagian sebagian yang lain.” (QS Al isra’ 17:88).
Karena
ditantang untuk membuat persamaan Al-Qur’an secara keseluruhan tidak mampu,
maka tantangannya direndahkan menjadi sepuluh surat seperti Al-Qur’an.
2. 2. Membuat sepuluh surah seperti Al-Qur’an.
اَمْ
يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُۗ قُلْ فَأْتُوْا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهٖ مُفْتَرَيٰتٍ وَّادْعُوْا
مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ١٣
Artinya:“Bahkan, mereka mengatakan, (Nabi Muhammad) telah membuat-buat (Al-Qur’an) itu. Katakanlah, (Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur’an) yang dibuat-buat dan ajaklah siapa saja yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS Hud 11:13).
Ketika
tantangan sudah diringankan menjadi 10 surat tidak mampu, maka diringankan lagi
menjadi 1 surat terpendek seperti Al-Qur’an.
3. Membuat satu
surat terpendek seperti dalam Al-Qur’an.
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا
نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِۦ وَادْعُوا
شُهَدَآءَكُمْ مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ ٢٣
Meskipun tantangan paling ringan
membuat satu surat terpendek seperti dalam Al-Qur’an, mereka juga tidak akan
bisa membuatnya.
“Itulah definisi dari a’jaza tadi,
Allah melemahkan orang-orang yang meragukan (tidak bisa membuat ayat)
Al-Qur’an” tutur Prof. Attabik.
Pembagian mukjizat
Al-Qur'an dapat dilihat dari beberapa perspektif, yang mencakup berbagai jenis
mukjizat yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dan juga mukjizat yang
terkandung dalam Al-Qur'an itu sendiri. Menurut K.H Ahsin dan Prof. Attabik mukjizat
Al-Qur’an dibagi menjadi 2, yakni sebagai berikut:
1.
Hissiyah
Semua mukjizat Nabi yang hanya ada pada masa Nabi itu saja dan akan habis ketika Nabi tersebut meninggal. Bersifat temporal
dan hanya berlaku pada masa tertentu, tidak abadi seperti mukjizat Al-Qur'an
itu sendiri. Mukjizat ini juga mempunyai arti sebagai peristiwa luar biasa yang
dapat dilihat, didengar, dan dirasakan secara langsung oleh panca indra manusia.
Seperti Peristiwa bulan terbelah yang merupakan salah satu mukjizat ketika Nabi
Muhammad SAW membelah bulan sebagai tanda kebenaran risalahnya. Tongkat Nabi
Musa yang berubah menjadi ular, dapat membelah Laut Merah dan tangannya yang
dapat mengeluarkan cahaya, serta Nabi Isa yang dapat mengobati orang buta dan
menghidupkan orang yang sudah mati.
2. Aqliyah
(non hissiyah)
Mukjizat yang bukan dari fisik melainkan harus
dicerna, yakni Al-Qur’an. Sebagai keindahan dan kedalaman makna dalam susunan
kata yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak ditandingi oleh karya sastra manapun.
Tak hanya itu, banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung informasi
ilmiah yang relevan dengan pengetahuan modern, serta menunjukkan bahwa
Al-Qur’an adalah kitab yang abadi dan relevan sepanjang zaman.
Di
era digital saat ini, Kemukjizatan Al-Qur’an semakin dapat dirasakan, tidak
hanya dalam konteks spiritual tetapi juga dalam dimensi ilmiah. Banyak ayat
Al-Qur’an yang mengandung informasi yang baru ditemukan oleh manusia setelah
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal hakikat dan cakupannya,
Al-Qur’an tidak dapat dibandingkan dengan teknologi apapun. Seperti Al (Artificial
Intelligence) meskipun Al dapat menawarkan kecanggihan yang luar biasa,
tetapi tidak dapat menggantikan atau meniru keagungan dan kedalaman Al-Qur’an
yang merupakan petunjuk hidup. Sedangkan, dalam segi kebahasan, Al-Qur’an
menunjukan keindahan yang sangat kompleks, teratur, dan penuh makna yang tidak
dapat dicapai oleh karya manusia.
Bukti kemukjizatan Al-Qur’an di era modern dapat dilihat dari hasil penemuan-penemuan ilmiah di berbagai bidang. Contoh di bidang Sains, Al-Qur’an sudah memberitakan indiologi tentang proses-proses ilmiah yang baru ditemukan, seperti proses penciptaan manusia di dalam Rahim melalui alat-alat pemeriksaan modern, salah satunya USG (ultrasonografi) yang mana terkandung dalam Al-Qur'an:
اَللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ اُنْثٰى وَمَا تَغِيْضُ الْاَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُۗ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَه بِمِقْدَارٍ ٨
Artinya:“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap Perempuan dan apa yang berkurang (tidak sempurna dalam) Rahim dan apa yang bertambah. Segala sesuatu ada ketentuan di sisi-Nya.” (QS. Ar-Ra’d 13:8).
Ayat
ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang isi Rahim adalah mutlak milik Allah,
tetapi Allah memberikan kecerdasan kepada manusia melalui teknologi yang
ditemukan, padahal janin dan pertumbuhannya tidaklah terlihat dengan mata
kepala dan tidak mungkin juga dijelaskan hanya dengan duga dan kira.
Al-Qur’an
menjelaskan bahwa seorang ibu yang ditinggal mati suaminya memerlukan masa
iddah (periode tunggu yang diatur dalam hukum Islam untuk memberikan waktu bagi
wanita tersebut untuk berduka dan memulihkan diri setelah kehilangan suami).
Tidak hanya di dalam hukum islam, hal ini juga berhubungan dengan hukum medis,
masa iddah juga bertujuan untuk memastikan kondisi rahim perempuan itu kosong
setelah meninggalnya suami, tidak ada bekas spermatozoa yang non syar’i dari
suami. Al-Qur’an telah menyebutkan persoalan permasalahan terlebih dahulu dan
dikembangkan lagi dengan pemikiran serta teknologi canggih pada masa sekarang.
Al-Qur’an
juga memuat teori-teori yang berhubungan dengan Kesehatan, baik fisik maupun
mental. Seperti buah-buahan yang tercantum di dalamnya, buah-buahan tersebut
ternyata memang memiliki keistimewaan di banding buah yang tidak tercantum
di dalamnya, seperti contoh, buah delima yang berkhasiat memiliki biji khas yang
menyala dan banyak kadar airnya, dapat menjaga kesehatan tubuh serta
spiritualitas islam. Allah telah menyebutkan buah-buahan yang tercantum didalam
Al-Qur’an diantaranya buah zaitun, buah kurma, buah tin, buah anggur, buah
pisang, dan buah delima.
Allah menyebutkan salah satu hewan di dalam
Al-Qur’an yang di ilhamkan untuk membuat sarang dan menghasilkan madu dari
berbagai jenis buah-buahan, yakni hewan lebah. Dalam al-Qur’an dikatakan:
وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ اَنِ
اتَّخِذِيْ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا وَّمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا
يَعْرِشُوْنَۙ ٦٨
Artinya:“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” (QS. An-Nahl 16:68).
Dari perut lebah, keluar minuman yang beraneka
warna, yaitu madu, yang memiliki khasiat penyembuhan bagi manusia. Madu ini
dianggap sebagai salah satu tanda kebesaran Allah, Madu juga disebut sebagai
minuman yang memiliki banyak khasiat sebagai obat untuk berbagai penyakit. Nabi Muhammad SAW
juga menganjurkan penggunaan meminum madu sebagai pengobatan, seperti yang
diriwayatkan dalam hadis bahwa “Penyembuhan bisa lewat tiga macam: bekam, minum
madu, atau membakar dengan api. Dan aku melarang umatku membakar dengan
api." (HR. Bukhari).
Meskipun
memiliki banyak keistimewaan, kita juga menghadapi tantangan yang
bermacam-macam. Misalnya, banyak umat Islam di zaman modern ini yang
mengabaikan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari, semakin lama banyak orang yang
yang tidak sadar bahwa ilmu pengetahuan itu dari Allah yang disampaikan dalam
Al-Qur’an. Sekarang, banyak orang yang mengaji tanpa memahami kandungannya.
Prof. Attabik juga berpendapat bahwa hal itu sama saja tidak menghargai
kemukjizatan Al-Qur’an. Sekarang ini, orang – orang lebih senang membaca apa
yang ada di HP terkait dalam pembuatan konten. Hal tersebut, tidak memikirkan
ciptaan Allah yang ada pada Al-Qur’an, padahal Islam juga telah menyediakan
obat dari kemeluknya kehidupan dalam Al-Qur’an. Hanya saja kita perlu menggali
potensi untuk mengobati masalah kehidupan itu
sendiri.
Dengan mengamalkan ajaran Al-Qur'an secara
konsisten, seseorang tidak hanya memperbaiki kualitas hidupnya sendiri tetapi
juga memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Seperti yang dialami
Kyai Ahsin Sakho “Al-Qur’an itu berkah, saya berasal dari keluarga yang biasa
saja lalu terjun ke bidang Al-Qur’an dan menjadi seperti sekarang. Saya pernah
menjadi imam tarawih di Inggris, Amerika, dan Haji berkali-kali.” Tuturnya.
Begitupun dengan Prof. Attabik yang saat ini menjadi Guru besar Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir IAIN Kudus, beliau juga aktif berkiprah sebagai Wakil Katib Syuriah
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.
“Hiduplah
selalu dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an akan memberi hidup yang lebih bagus. Jangan
tinggalkan Al-Qur’an”. Pesan dari Kyai Ahsin Sakho dalam wawancaranya. Prof.
Attabik juga berharap dengan kemukjizatan Al-Qur’an yang sangat besar ini,
lebih banyak santri yang mendalami dan mempelajari isi kandungannya.