Melahirkan Putri Sholihah, Salaf, dan Mandiri

Selasa, 07 Oktober 2025

AL-QUR'AN: PONDASI MORAL DI TENGAH ARUS ZAMAN

 

Al-Qur’an, Pondasi Moral Bagi Generasi Masa Kini

 

Al-Qur’an adalah salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW yang mempunyai peranan penting untuk keberlangsungan hidup manusia di dunia maupun akhirat. Sebagai kitab suci yang diperuntukkan bagi manusia, Al-Qur’an berisi aturan-aturan sesuai dengan fithrah manusia yang memiliki kecenderungan kepada hal baik dan membenci hal yang buruk. Kesinergikan antara fitrah dengan moral membuat semua ayat Al-Qur’an berbicara tentang moral secara langsung maupun tidak langsung, menjadikan Al-Qur’an sebagai pondasi moral merupakan suatu kewajiban karena semua petunjuknya berguna untuk kepentingan manusia. Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa semua isi yang terkandung di dalamnya tidak perlu diragukan karena semuanya berasal dari Tuhan, sebagaimana dalam Qur’an Surat Yunus ayat 37 yang artinya: “Tidak mungkin Al-Qur’an ini dibuatbuat oleh selain Allah, tetapi (Al-Qur’an) membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan secara terperinci ketetapan (Allah). Tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” Arti ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an dijadikan sebagai pondasi moral karena berasal dari Tuhan. Setiap yang berasal dari Tuhan sudah dapat dipastikan baik untuk manusia. Menurut Al-Jazairi, Allah lah yang mengatur keadaan tubuh, akal, moral dan ruh manusia. Sebagai pengatur yang bertanggung jawab, maka Allah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk tentang apa yang dibutuhkan manusia. Dengan kata lain, Al-Qur’an telah memberikan semacam garansi bahwa setiap moral yang bersumber dari Allah pasti baik dan dapat diaplikasikan pada semua zaman.

Generasi masa kini (generasi Z) merupakan generasi termuda dan penduduk asli era digital. Dalam era digital sekarang ini, pengaruh Al-Qur’an terhadap pengendalian moral santri menjadi semakin signifikan. Santri sebagai generasi yang berusaha menjalani nilai-nilai agama Islam, dihadapkan pada tantangan besar dalam menghadapi pengaruh teknologi modern dan budaya digital yang begitu meresap dalam kehidupan. Era digital membawa berbagai keuntungan, termasuk akses ke pengetahuan global, tetapi juga membawa tantangan moral yang serius. Santri sebagai generasi penerus Islam, perlu memiliki moral yang baik dalam menjalani kehidupan di dunia. Dalam konteks tersebut, Al-Qur’an tetap menjadi pedoman utama dan sumber ajaran moral yang kokoh bagi santri. Jika berbicara tentang generasi Z dalam konteks realita, maka yang terbersit di benak kita adalah anak muda yang memiliki kedekatan dengan dunia digital, gadget addict (ketergantungan dengan gadget), generasi merunduk (karena kebiasaan melihat handphone dalam waktu yang lama), generasi yang memiliki literasi digital, dan generasi yang berinteraksi dengan sesama melalui dunia maya. Perkembangan zaman dengan segala kecanggihannya membawa kemudahan namun juga membawa keburukan, salah satunya yaitu adanya pengikisan nilai-nilai moralitas, seperti kebiasaan bolos sekolah, melawan guru, pergaulan di luar batas dengan lawan jenis maupun sesama jenis dan sebagainya. Banyak diantaranya sikap remaja yang mulai tidak peduli dengan hal sekecil apapun dan tidak sopan terhadap hal-hal sepele, contohnya tidak memberi salam atau kurang hormatnya terhadap orangtua, guru ataupun orang lain, banyak santri yang menggunjing/membicarakan kesalahan guru dengan terang-terangan, ketika dinasehati oleh guru, malah semakin membangkang. Banyak juga murid yang berprasangkan buruk terhadap gurunya, padahal sebenarnya guru lebih mengerti tindakan yang beliau lakukan. Prasangka buruk atau suudzon terhadap guru tidak diperbolehkan karena menyebabkan ilmu yang diterima murid tidak sampai kepadanya.

 Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat Al Hujurat ayat 12 yang berbunyi:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ                                                                               

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari keburukan orang dan jangan menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat 49:12).

Adapun adab murid terhadap guru dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana yang telah dijelaskan dalam terjemah kitab At Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Qur’an bahwa:

1.  Murid perlu menghindarkan diri dari hal-hal yang memalingkan murid dalam mencari ilmu, kecuali apabila ada suatu keperluan yang tidak bisa ditinggalkan.

2.  Murid perlu membersihkan hatinya dari hal-hal yang buruk agar mudah dalam belajar Al-Qur’an, menghafalkannya, serta mengambil faedah darinya.

Dalam hadits juga telah diriwayatkan bahwa “ingatlah, sesungguhnya dalam jasad manusia ada segumpal darah, apabila segumpal darah itu baik, maka akan baik seluruh tubuh, tetapi apabila darah itu buruk, maka buruklah seluruh tubuh...segumpal darah yang dimaksud yaitu hati.”

“Sesungguhnya hati akan terhiasi dengan adanya ilmu sebagaimana bumi terhiasi dengan adanya tumbuhan”

3.  Murid hendaknya bersikap tawadhu’ kepada guru serta berbudi pekerti baik bersamanya. Walaupun usia guru lebih kecil dari pada murid, walaupun murid lebih terkenal dari pada guru, walaupun murid lebih mulia nasabnya dari pada guru atau sebagainya. Dengan ketawadhu’an murid terhadap guru maka akan menjadikan murid mendapat ilmu yang dicarinya.

4.  Murid hendaknya selalu patuh pada guru, selalu meminta pertimbangan guru dalam setiap permasalahannya.

5.  Seorang murid wajib memandang gurunya dengan pandangan memulyakan, meyakini kesempurnaan keahliannya, serta keunggulan di atas golongannya. Semua itu akan lebih mendekatkan untuk mendapatkan manfaat dari padanya. Sebagian para ulama dahulu jika mereka mendatangi guru mereka, mereka bersedekah dengan sesuatu seraya berd’oa: “Ya Allah..tutuplah keburukan guruku dari pandanganku, dan janganlah Engkau hilangkan barokah ilmu beliau dari diriku.”

Riwayat dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib beliau berkata: “Termasuk kewajibanmu terhadap guru adalah engkau memberi salam kepada orang-orang secara umum dan mengkhususkan kepada gurumu dengan suatu penghormatan. Hendaknya engkau duduk di depannya dan tidak memberi isyarat di hadapannya dengan tanganmu atau mengedipkan kedua matamu. Janganlah engkau katakan, si fulan berkata lain dari yang engkau katakan. Jangan mengumpat seseorang di dekatnya dan jangan bermusyawarah dengan kawan dudukmu di majlisnya. Jangan memegang bajunya jika dia hendak berdiri, jangan mendesaknya jika dia malas dan jangan merasa bosan karena lama bergaul dengannya.

6.  Murid hendaknya selalu menjaga adab dengan adab yang telah disampaikan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib, hendaknya murid menahan diri dari membicarakan keburukan gurunya ketika guru sedang tidak ada jika mampu. Tetapi jika tidak mampu seperti itu, lebih baik murid meninggalkan majlis gurunya tersebut.

    Terdapat sebuah hadits juga menjelaskan bahwa “Barang siapa  memandang wajah guru (orang alim) dengan satu pandangan lalu ia merasa senang dengannya maka Allah menciptakan malaikat dari pandangan itu dan memohonkan ampun kepadanya sampai hari kiamat.” 

    Dengan demikian, maka penting bagi kita menanamkan Al-Qur’an pada jiwa untuk menjadi generasi yang cerdas, bermoral, berkarakter dan menjadi generasi penerus bangsa yang tidak hanya paham teknologi tetapi juga menjadi generasi Qur’ani yang beretika, bermoral serta berakhlak mulia.