KH. Maimoen Zubair atau yang kerap di sapa Mbah Moen ini lahir dari keluarga ulama’ yang di segani dan penuh ilmu pengetahuan agama. Sejak kecil, beliau telah diasuh dengan ilmu-ilmu agama oleh ayahnya dam memiliki kecerdasan serta daya ingat yang luar biasa. Pada usia remaja, beliau sudah hafal banyak kitab-kitab agama dan memiliki kepiawaian atau keahlian dalam berbagai bidang ilmu syariah.
Sumber: https://id.pinterest.com/pin/
Mbah Moen juga belajar dari berbagai ulama
terkemuka di Arab, seperti Sayyid Alawi bin Abbas AlMaliki dan Syekh Abdul
Qodir Almandily. Setelah menetap di Makkah Al-Mukarromah, beliau kembali ke
Indonesia dan terus mengembangkan ilmunya dengan belajar dari ulama’ – ulama’
besar di Jawa.
Mbah Moen menikah
tiga kali dan memiliki 10 putra yang mumpuni dalam bidang agama. Bersama
mereka, Mbah Moen mendirikan Pesantren Al-Anwar yang terkenal, dengan
cabang-cabang pesantren lainnya. Pesantren ini menawarkan pendidikan salaf,
formal, dan program pendidikan khusus yang diatur seperti S1. Saat ini,
terdapat sekitar 10 ribu santri yang berasal dari pesantren ini.
Setelah wafatnya,
para putra Mbah Moen memiliki tanggung jawab untuk mengelola
pesantren-pesantren tersebut dan terus mengembangkan warisan ilmu yang
ditinggal oleh almarhum. Para santri nya diasuh oleh keluarga Mbah Moen dan
diteruskan tradisi belajar agama yang telah diwariskan sejak dulu. Seperti yang
beliau katakan “Mbenerake wong pinter kuwi mbutuhake beninge ati, lan jembare
dhodho.” yang berarti membenarkan orang pintar yang itu membutuhkan beningnya
hati dan lapangnya dada.
Kisah hidup Mbah
Moen ini disiarkan dengan baik oleh orang yang dekat keluarganya, seperti KH.
Zainul Umam, yang juga merupakan salah satu santrinya di Pesantren Al-Anwar.
Gus Umam mendampingi Mbah Moen selama bertahun-tahun, termasuk saat beliau
melakukan perjakanan terakhir ke tanah suci sebelum wafat.
Kehidupan Mbah
Moen adalah contoh yang nyata tentang kesederhanaan, ketegasan, kasih sayang,
dan kedermawanan yang selalu seimbang dalam seluruh perjalanan hidup nya. Dari
keluarganya, ia mewarisi nilai-nilai agama dan kebijaksanaaan yang menjadi
landasan kuat dalam mengembangkan pesantren-pesantren yang kini menjadi tempat
berkembangnya ribuan santri yang ingin menuntut ilmu agama secara mendalam.